KEBUDAYAAN NASI
Sejak kapan manusia makan nasi? Di perkirakan sejak 9000 tahun lalu, padi mulai di kembangkan dari sebuah wilayah di India ke Yunan Cina. Jadi, ketika nenek moyang bangsa indonesia datang dari sana 3000 tahun yang lalu, berkarung karung gabah beras telah tersedia dalam perahu mereka.
Sekarang, berapa macam varietas padi di konsumsi manusia di
berbagai penjuru dunia? Dalam ajang pameran padi di Taipei, akhir Maret 2005
tersedia 270 jenis padi lokal. Semua di tunjukan dalam keadaan mentah maupun
sudah di masak. Ada beras ketan hitam, putih, hijau, merah. Ada juga beras
merah , beras menir yang kecil kecil, maupun beras indica yang panjangnya
sampai 1,7 cm.
Kebudayaan padi atau rice culture sesungguhnya bukan
monopoli bangsa bangsa Asia. Amerika Serikat sejak masih koloni Inggris pada
abad 17, sudah terkenal sebagai eksportir beras. Waktu itu, dari Carolina saja
terkirim 300 ton beras ke Inggris dan puluhan ton lagi ke kepulauan Hindia Barat.
Sebaliknya, bangsa pemakan beras terbesar di dunia seperti
kita, boleh di katakan kalang kabut menyiapkan periuk sendiri. Indonesia
beruntung punya presiden yang doktor dalam ilmu pertanian. Namun apa artinya
bila pasukan nasi masih belum mencukupi, padi dan beras masih belum di hormati.
Buktinya? Pola tanam, sistim panen, dan pola penyimpanan padi kita masih banyak
borosnya.
Variasi beras dan produk olahannya pun kian terbatas .
Padahal mestinya beras tidak hanya di
konsumsi sebagai nasi, tetapi juga sebagai makanan ringan dan berbagai jenis
minuman baik minuman keras maupun minuman ringan. Dalam hal ini kita bisa
mencontoh pengolahan nasi di Jepang.
Mulai yang di kocok dengan telur, di bungkus dengan rumput laut (onogiri), di
campur dengan daging (sembei), di jadikan kue beras (mochi), maupun minuman
keras (sake).
Variasi olahan nasi dalam bentuk bola, piramid, kerucut, dan
wajik lebih banyak berkembang di Jepang karena varietas padinya yaitu japonica dengan ciri butirnya lebih
pendek, pulen, atau pekat. Bentuk ekstrimnya dalah ketan. Sedangkan beras
lainnya adalah varietas yang ada di Indonesia adalah indica lebih panjang dan
ringan yang di sajikan dalam bentuk bubur, nasi bakar, nasi goreng, maupun
rebusan 3/4 matang
sehingga terasa masih agak keras.
KEKAYAAN TERPENDAM
Sebetulnya padi Indonesia beratus ratus bahkan beribu ribu
jenis . Terlepas dari hasil silangan seperti IR 64, mamberamo, IR 66, ada
bermacam jenis beras andalan seperti rojolele, beras solok, cianjur, delangu
dan bali wangi. Dari varietas dan cara tanamnya pun kita juga mengenal padi
gogo, padi laut, dan padi hutan.
Di perkampungan Baduy dusun Kanekes anda pasti akan di
suguhi nasi asli pedalaman , yang nikmat di makan tanpa lauk sama sekali. Di
rumah sastrawan Rendra kita bisa di manjakan dengan nasi beras merah. Maklum
saja Ken Zuraida istri Rendra fanatik pada beras yang lebih bernutrisi bahkan
bertekad untuk menanamnya di sekitar rumah.
Insan hebat lainya adalah Toeti Heraty yang menanam padi di
sekitar rumah bukan untuk di panen tapi untuk mengundang dan memberi makan
burung. Sedangkan Ibu Sri Redjeki Boediarjo menanam padi di rumahnya supaya
anak cucu tahu bentuk beras sebelum menjadi nasi , dan punya pengalaman
menanam, menjaga, dan memanennya.
Singkat kata, pejuang beras lokal terus bergerak dan
bertahan walaupun dalam skala kecil kecilan. Sayangnya, Tradisi dan kekayaan
lokal yang terpendam itu sulit di angkat ke permukaan. Pada masa Orde Baru,
keberagaman padi dan beras nyaris tumpas habis. Gairah untuk mencapai
swasembada pangan, mengutamakan penyeragaman jenis, intensifikasi, dan
ekstensifikasi lahan dengan berbagai cara.
Hasil yang di dapat justru sebaliknya. Memang pernah
tercapai swasembada pangan khususnya beras. Namun jenisnya bukan yang terbaik,
apalagi ternikmat. Banyak beras unggul sekarang di impor dari Thailand,
Vietnam, bahkan sekarang pun yang berkualitas rendah di datangkan dari segala
penjuru.
Mengapa? Ternyata ada yang beranggapan memproduksi beras
sendiri jauh lebih mahal di bandingkan dengan mengimpor. Perjuangan selama 35
tahun mencapai swasembada beras juga menuntut banyak pengorbanan. Berbagai
jenis padi lokal punah, biaya saprotan (sarana produksi pertanian) membengkak
luar biasa.Lebih dari itu semua, belum pernah terdengar orang menanam padi bisa
jadi makmur dan kaya. Tentu saja ada sukses disana sini dengan produksi beras
pandanwangi yang di perkirakan layak ekspor ke Brunei, Malaysia, dan Papua
Nugini.Namun dengan hasil 57 juta ton per tahun dari sekitar 12 juta hektar
sawah di Indonesia, jangan jangan untuk konsumsi sendiri pun belum mencukupi.
Artinya apa?. Kita semua perlu memberi perhatian istimewa
untuk padi, beras, dan nasi. Kecintaan terhadap padi perlu di perdalam di semua
lapisan masyarakat. Para pemimpin bangsa perlu lebih memperhatikan areal persawahan
yang subur agar tidak habis di jadikan jalan tol, stadion, dan lapangan parkir.
WARA NO BUNKA
Jepang mulai mengenal nasi sejak 4000 tahun yang lalu.
Sekarang , bentoo (nasi kemas, dalam kotak maupun bungkus) menjadi kegemaran di
seantero kota besar, termasuk adanya puluhan gerai Hoka hoka Bentoo. Dengan
olahan nasi , seperti chili con carne dari meksiko, setiap bangsa memang ikut
memperkaya khasanah internasional. Misalnya, Indonesia menyumbangkan nasi
goreng, Korea memberikan kupkap, Mandarin menghadiahkan chaofan, dan Spanyol
membawa paella.
Berkat padi pula dunia mengenal kertas, seperti yang kita
dapatkan kertas merang, yang telah mulai di perkenalkan di tiongkok 2000 tahun
lalu. Dari jerami, berbagai kreasi masyarakat juga berkembang. Ada rumah dari
jerami, topi, pakaian, tali jerami, dan alas kasur jerami tempat hewan, bagkan
anak manusia di lahirkan. Penemuan modern seperti plastik pun, konon
berdasarkan upaya untuk menciptakan jerami tiruan. Karena itu, kita kenal
plastik sedotan yang di sebut juga straw, alis batang padi.
Belakangan ada kesadaran baru pada penting nya budaya jerami
yang ada di Jepang di sebut wara no bunka. Setiap pergantian tahun, adat
istiadatnya mengerjaan memulai hidup baru. Misalnya dengan mulai menyalakan
api, masak nasi pertama kali, minum pertama kali, dan pergi ke sawah pertama
kali (waza hajime), dan menanam jerami di salju.
Aksesori yang di tonjolkan dari adalah rumah rumahan jerami
sagicho dan dondongnya. Di Indonesia dangau telah menjadi inspirasi perumahan
mewah, tetapi di lapangan justru mulai di tinggalkan. Padahal jerami pernah
menjadi bahan yang cukup vital untuk atap dan dinding rumah., sarana kemasan
bahkan alat musik.Sekarang kita paham , mengapa beras menjadi begitu penting
dalam ekonomi dan kehidupan sosial budaya berbagai bangsa di Asia. Memang
sering ada saran agar pangan bukan hanya beras, tapi juga umbi umbian, sagu,
jagung, kedelai, dan aneka ragam biji bijian. Namun hendaknya itu tidak kita
lakukan karena gagal memenuhi kebutuhan nasi. Untuk sukses mengelola satu jenis
padi saja perlu dedikasi dan kesungguhan. Apalagi jika harus memperhatikan
keragaman jenisnya, pemeliharaan, teknologi, penyimpanan, distribusi dan cara
memasaknya. Bukan hanya dengan rice cooker, misalnya, tapi bisa juga di buat
ketupat, lontong, juadah dan aneka ragam nasi lainnya.
Sejarah menunjukan bangsa bangsa yang pandai menghormati
padi, menanam, menyimpan, dan memasaknya dapat hidup lebih panjang, kreatif,
inovatif, dan punya waktu untuk megembangkan ilmu pengetahuan, olahraga, kesenia.
Cina, Jepang, AS, dan Canada telah membuktikanya. Bangsa bangsa Asia tenggara
juga seyogyanya mampu membuktikan.
Namun untuk itu kita harus pandai menjaga kesuburan lahan,
mencukupi pasokan air, dan mempertahankan harga beras sehingga menguntungkan bagi
produsen dan konsumen. Bukan lagi dengan raskin
tetapi juga dengan nilai yang setinggi tingginya, karena keragamanya,
proses tanam organik, dan kesaktian padi yang telah membuat miliaran orang
sehat, cerdas, dan kaya.
info nya sangat menambah wawasan
BalasHapusterus update gan