Mengingat ketergantungan semua kehidupan pada air,
pencemaran sungai, danau, laut dan badan air lain nya di biosfer merupakan masalah
lingkungan yang serius. Banyak ancaman terhadap kualitas air di akibatkan oleh
aktifitas manusia. Misalnya pembakaran bahan bakar fosil. Praktik ini semaikin
meningkat sejak revolusi industri pada tahun 180 an, melepasan senyawa senyawa
gas ke atmosfer, termasuk banyak sekali CO2. Reaksi kimia antara
senyawa senyawa ini dengan air mengubah keseimbangan rapuh kondisi kondisi
pendukung kehidupan di bumi dengan cara memepengaruhi pH dan suhu air.
Pembakaran bahan bakar fosil adalah sumber utama sulfur dioksida
dan dinitrogen oksida. Senyawa senyawa ini bereaksi dengan air di udara untuk
membentuk asam kuat yang turun ke bumi bersama hujan atau salju. Presipitasi
asam adalah sebutan untuk hujan, salju, kabut dengan pH yang lebih
rendah dari 5,2
(Hujan yang tidak tercemar mempunyai pH sekitar 5,6 agak asam, akibat pembentukan asam karbonat dari CO2 dan air). Pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara menghasilkan lebih banyak oksida oksida ini daripada sumber manapun. Angin membawa polutan polutan itu ke tempat yang jauh, dan presipitasi asam dapat turun ratusan kilometer jauhnya dari pusat pusat industri.
(Hujan yang tidak tercemar mempunyai pH sekitar 5,6 agak asam, akibat pembentukan asam karbonat dari CO2 dan air). Pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara menghasilkan lebih banyak oksida oksida ini daripada sumber manapun. Angin membawa polutan polutan itu ke tempat yang jauh, dan presipitasi asam dapat turun ratusan kilometer jauhnya dari pusat pusat industri.
Presipitasi asam dapat merusak kehidupan di danau dan
sungai. Selain itu presipitasi asam yang turun di daratan memberi pengaruh
buruk pada kimia tanah dan telah banyak memakan korban hutan hutan di kawasan
tropis maupun subtropis. CO2 produk utama pembakaran bahan bakar
fosil, menyebabkan masalah masalah lain. Pelepasan karbon ke atmosfer terus
meningkat dan di duga akan berlipat dua pada tahun 2065 (NY times, Desember
2002) relatif terhadap pelepasan karbon pada tahun 1800 an. Sekitar separuh CO2
akan tetap berada di atmosfer, bertindak sebagai pemantul panas di seluruh bumi
dan mencegah panas beradiasi keluar. Sebagian yang lain di serap tumbuhan untuk fotosintesis. Sisanya sekitar
30% akan di serap samudera. Terlepas dari sangat besarnya volume air di samudera,
para ilmuwan khawtir bahwa penyerapan sedemikian banyak CO2 ini akan
membahayakan kehidupan dan ekositem laut.
Ketika larut dalam air, karbon dioksida membntuk asam
karbonat (H2CO3). Hampir semua asam karbonat secara
bergiliran berdisosiasi menghasilkan proton dan keseimbangan antara dua ion,
bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO32-).
Ketika air laut menjadi asam ketika proton berlebihan, keseimbangan bergeser ke
arah bikarbonat, sehingga menurunkan konsentrasi karbonat. Banyak penelitian
telah menunjukan bahwa kalsifikasi,yaitu produksi kalsium karbonat oleh koral
dan berbagai organisme lai di pengaruhi secara langsung oleh kedua ion tersebut.
Penurunan ion karbonat sekecil apapun akan menimbulkan kekhawatiran besar
karena kalsifikasi membentuk terumbu karang di laut tropis kita. Ekositem yang
sensitif ini bertindak sebagai surga bagi banyak organisme.
0 komentar :
Posting Komentar